Proses Pembentukan Batu Bara di Alam, Klasifikasi dan Kualitasnya
Ilustrasi tumpukan batu bara, salah satu sumber energi tidak terbarukan yang masih masif digunakan. |
Proses Pembentukan Batu Bara
Seluk beluk, terutama proses pembentukan batu bara di alam belum banyak yang mengetahuinya. Batu ini merupakan salah satu bahan bakar yang paling banyak digunakan, terutama dalam dunia industri saat ini.
Selain proses terbentuknya batu bara, komoditi ini punya banyak hal yang asik untuk dikulik. Apa sajakah itu? Dimulai dari material pembentuk batu bara di alam hingga analisa yang dilakukan untuk menentukan kwalitasnya akan kami bahas di sini.
Material Pembentuk Batu Bara
Dalam pendidikan formal, kita diajarkan bahwa fosil hewan yang tersimpan lama di dalam tanah akan menjadi minyak bumi, sedangkan fosil tanaman tanaman akan menjadi batu bara. Teori itu benar, kendati belum spesifik.
Batu bara merupakan salah satu sumber energi tidak terbarukan yang terbentuk dari akumulasi bahan organik dalam jumlah besar, yang mengalami proses sedemikian rupa selama jutaan tahun di dalam tanah. Yang dimaksud bahan-bahan organik di sini adalah fosil tanaman, sisa kayu, lumut, dll.
Selain bahan organik yang berasal dari tumbuhan, barang tambang ini juga mengandung berbagai mineral yang dapat mempengaruhi kualitasnya. Beberapa mineral utama yang ditemukan dalam energi fosil ini antara lain:
- Silika (SiO2) yang dapat mempengaruhi kekuatan dan kestabilan energi panas batu saat dibakar.
- Alumina (Al2O3) yang berpengaruh terhadap sifat pembakarannya. Kandungan alumina yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan sisa abu yang banyak selama proses pembakaran.
- Sulfur (S) yang mempengaruhi kuantitas emisi gas berbahaya saat batu dibakar. Batu bara dengan kandungan sulfur tinggi dapat menghasilkan polusi udara yang lebih besar saat digunakan.
Proses Pembentukan Batu Bara di Alam
Proses pembentukan batu bara di alam melalui waktu yang sangat lama, bahkan dalam hitungan jutaan tahun. Selama proses tersebut, kita bisa klasifikasikan proses utama cara terbentuknya batu bara dalam 4 tahap yaitu:
1. Tahap Akumulasi Bahan Organik
Proses pembentukan batu bara dimulai dengan akumulasi bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman, lumut, dedaunan, dan kayu. Umumnya gambut terbentuk di daerah rawa atau cekungan. Bahan organik yang terkumpul bersama air yang menggenang akan membentuk gambut.
Dalam bentuk gambut, bahan organik ini belum terurai sepenuhnya. Hal ini dikarena sisa-sisa bahan organik tersebut terendam dalam air yang menggenang, sehingga membatasi akses oksigen atau membuat kondisi anaerobik. Proses dekomposisi atau penguraian pun berjalan lambat.
2. Tahap Kompresi
Seiring berjalannya waktu, gambut akan terkubur semakin dalam karena munculnya material-material sedimen lain di atasnya. Lapisan sedimen ini memberikan tekanan pada gambut dan menyebabkan adanya kompresi atau penekanan.
Proses ini mengurangi kandungan air dan gas dalam gambut, meningkatkan kadar karbon, dan mengubahnya menjadi material yang lebih padat.
Penguburan yang lebih dalam akan meningkatkan suhu dan tekanan pada material gambut. Semakin dalam gambut terkubur, semakin besar pula tekanan dan suhu yang terjadi dan memicu proses karbonisasi.
3. Proses Karbonisasi atau Peningkatan Unsur Karbon
Dalam proses terbentuknya batu bara di tahap ini, gambut mengalami penurunan kadar air dan oksigen, sekaligus peningkatan kadar karbon.
Lamanya proses karbonisasi bisa dipecah dalam 3 tahap, yakni tahap awal yang membentuk lignit, tahap menengah yang membentuk bituminus, dan tahap lanjutan yang membentuk antrasit. Masing-masing tahapan menghasilkan batu karbon dengan kualitas yang berbeda.
4. Proses Pemadatan
Kandungan karbon dalam batu bara meningkat, sementara kandungan air, gas, dan zat organik lainnya menurun. Pemadatan ini menjadikan batu ini lebih padat dan lebih mudah terbakar. Selanjutnya tentu saja bahan bakar fosil ini siap untuk dieksplorasi dan melalui proses penambangan.
Proses Terbentuknya Batu Bara Berdasarkan Teori
Para ahli berpendapat adanya dua kemungkinan cara bahan organik bisa terakumulasi dalam satu tempat. Dua cara ini dikenal dalam teori in situ dan teori drift, yang menjelaskan serangkaian proses terbentuknya batu bara.
1. Teori In Situ
Teori In Situ menyatakan bahwa proses terbentuknya batu bara berawal dari dari bahan organik yang terkumpul dan terakumulasi langsung di tempat di mana barang tambang tersebut ditemukan, tanpa adanya pergerakan atau transportasi material dari lokasi lain.
2. Teori Drift
Teori ini berpendapat bahwa bahan organik yang membentuk batu bara bisa berasal dari daerah yang jauh dari lokasi batu tersebut terakumulasi.
Bahan organik tersebut bisa terbawa oleh aliran air atau angin, menuju daerah yang lebih rendah, seperti rawa atau delta sungai, di mana bahan organik ini mengendap dan terkubur.
Apa Saja Faktor yang Memengaruhi Proses Pembentukan Batu Bara?
Terdapat faktor faktor yang mempengaruhi proses pembentukan batu bara. Beberapa faktor utama tersebut berdampak pada karakteristik dan kualitas arang dari tanah itu sendiri.
Kedalaman
Semakin dalam karbon pada tersebut terkubur, maka akan semakin tinggi tekanan yang terjadi dan menyebabkan struktur material yang lebih padat. Pergerakan lempeng tektonik juga dapat mempengaruhi kedalaman sumber energi fosil tersebut terkubur dalam perut bumi.
Suhu
Proses pembentukan batu bara juga dipengaruhi rentang temperatur tertentu, yaitu antara 30-400°C. Pada suhu ini, bahan organik mengalami proses karbonisasi.
Tingginya temperatur dan durasi berlangsungnya tahapan pengkarbonisasi yang terjadi membuat pembentukan batu bara semakin berkualitas.
Waktu
Karena tempo pembentukan batu bara cenderung lama, maka semakin banyak perubahan yang terjadi dalam komposisi kimianya.
Proses terbentuknya batu bara dalam periode yang lebih lama cenderung menghasilkan komposisi karbon yang lebih baik dan tinggi, serta kandungan air dan gasnya yang lebih sedikit.
Kondisi Lingkungan
Iklim yang lembab dan basah di awal-awal periode tahap pembentukan batu bara sangat berpengaruh dalam rangkaian terbentuknya gambut. Kondisi lingkungan seperti ini sangat penting mengingat bahwa gambut tersebutlah yang akhirnya akan terproses menjadi batu untuk dijadikan sumber energi.
Klasifikasi Batu Bara Secara Umum
Secara umum, kita bisa klasifikasikan hasil tambang ini berdasarkan tingkat kematangannya. Tingkat kematangan batuan ini juga merujuk pada seberapa jauh proses karbonisasi yang telah terjadi.
Bila tingkat kematangan batu bara tersebut tinggi, maka kandungan karbon yang ada di dalamnya juga akan semakin banyak. Hal ini berbanding terbalik dengan dengan kandungan air dan gasnya yang tentu akan jauh lebih sedikit.
Berdasarkan tingkat kematangannya tersebut, maka batu bara dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis.
1. Gambut
Gambut atau peat mengandung kadar air yang sangat tinggi, sementara karbonnya sangat rendah, yakni hanya sekitar 30% atau kurang. Karena jenis batuan energi fosil ini masih masih memiliki karakteristik demikian, maka belum cocok untuk dijadikan sebagai sumber energi.
2. Lignit
Karbon yang terkandung dalam lignit berkisar antara 25 hingga 35%. Persentase karbon yang terkandung tersebut masih tergolong rendah.
Begitu juga bila dimanfaatkan langsung sebagai sumber energi, efisiensi pembakarannya juga akan rendah dan menghasilkan polusi yang berlebih. Lignit cenderung dilabeli dengan harga yang lebih murah.
3. Bituminus
Dibandingkan dengan lignit, bituminus jauh lebih baik karena karbonnya lebih tinggi (45 hingga 85%). Warnanya hitam atau coklat tua, persentase kadungan karbon tersebut membuat bituminus memiliki keandalan pembakaran energi yang lebih tinggi juga.
Jenis karbon padat ini sudah mulai digunakan untuk proses pembakaran sebagai sumber energi panas di berbagai jenis industri.
4. Antrasit
Ini adalah kelas batu bara dengan tingkat kematangan tertinggi. Persentase kandungan karbon di dalamnya sudah mencapai antara 85 hingga 95%. Antrasit mengalami pembatubaraan dari proses pengkarbonisasi dalam durasi panjang, disertai suhu dan tekanan yang tinggi pula.
Dengan karakteristik demikian, maka batu jenis antrasit berkualitas tinggi ini menjadi pilihan utama di berbagai jenis industri, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap bahan bakar batu bara. Alasan utamanya adalah karena pembakarannya stabil, serta abu dan asap yang dihasilkan lebih sedikit.
Pentingnya Analisa Batu Bara
Sebagai komoditi yang diperdagangkan dengan harga mahal, analisa terhadap energi fosil ini menjadi hal yang sangat penting untuk mengetahui kualitasnya.
Analisa atau pengujian batu bara di laboratorium dilakukan untuk mengetahui komposisi, karakteristik, efisiensi pembakaran, serta tingkat polusi yang mungkin ditimbulkan.
Uji yang dilakukan terhadapat energi fosil ini secara umum di antaranya:
- Analisa proksimat, untuk mengetahui karakteristik umum, seperti tingkat kelembaban, volatile matter (zat mudah menguap) dan tingkat abu (ash).
- Analisa komposisi kimia, terutama kandungan karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen. Hasil analisis ini akan mempengaruhi nilai kalori dan emisi sulfur.
- Analisa nilai kalori, untuk mengukur jumlah energi yang dapat dihasilkan oleh bahan bakar pada ini saat dibakar.
Peningkatan teknologi dalam pembakaran batu bara dan pengelolaan emisi akan menjadi faktor penting dalam mempertahankan peran komoditi ini sebagai salah satu sumber energi, sembari mengurangi dampak polusi yang ditimbulkannya.
Penting bagi industri dan pemerintah untuk terus berinovasi dalam mencari solusi yang seimbang, agar komoditi ini dapat digunakan secara bijak, dengan memperhatikan aspek efisiensi energi dan pengurangan emisi.
Dengan pendekatan yang tepat, bahan bakar fosil pada ini tetap bisa memberikan manfaat besar, sekaligus mengurangi dampak negatifnya bagi bumi kita.
Demikianlah uraian singkat kami bagaimana proses pembentukan batu bara di alam, dari material pembentuknya hingga cara menentukan kwalitas melalui beberapa metode analisis penting. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Proses Pembentukan Batu Bara di Alam, Klasifikasi dan Kualitasnya"
Posting Komentar